قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ» رواه البخاري. برقم: 5066
Hari AIDS Sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember diperingati untuk menumbuhkan kesadaran terhadap wabah AIDS di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran virus HIV. Konsep ini digagas pada Pertemuan Menteri Kesehatan Sedunia mengenai Program-program untuk Pencegahan AIDS pada tahun 1988. Sejak saat itu, ia mulai diperingati oleh pihak pemerintah, organisasi internasional dan yayasan amal di seluruh dunia.

Sebenarnya secara naluri kemanusiaan semuanya menyadari akan bahaya daripada penyakit ini, cara penyaluran dan penyebarannya-pun masyarakat juga sudah banyak yang mengetahuinya yaitu dari sex bebas atau biasa kita kenal dengan free-sex.
Sex bebas adalah hubungan intim tanpa batasan. Tanpa batasan di sini berarti semaunya. Semaunya itu berarti dengan siapapun atau apapun bisa. Siapapun bisa, berarti gonta-ganti atau tukar pasangan tidak apa-apa. Pasangan di sini, bisa yang sudah menikah ataupun yang belum menikah. Itulah gambaran betapa menyimpang dan rusaknya perilaku sex-bebas.
Ada beberapa usaha kita untuk menanggulangi free-sex dan AIDS. Pertama: dengan mencetuskan hari AIDS sedunia. Kedua: dengan sosialisasi kepada masyarakat akan bahaya sex bebas. Ketiga: memberikan bimbingan atau penyuluhan sex yang aman. Keempat: membagi-bagikan kondom kepada masyarakat. Kelima: memberikan pendidikan sexiologi.
Untuk usaha yang pertama dan kedua kami sangat menyetujui, karena jika kita melihat dari pada manfaatnya adalah untuk menumbuhkan kesadaran terhadap wabah AIDS di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran virus HIV. Selain itu, dengan sosialisasi kepada masyarakat harapannya adalah masyarakat sadar betul akan bahaya penyakit HIV-AIDS yang ditimbulkan dari free-sex itu.
Untuk usaha yang ketiga, penyuluhan sex yang aman, kita perlu berhati-hati supaya kata-kata “sex aman” ini tidak disalah gunakan. Ketika ada pasangan yang memang secara status resmi menikah tentu hubungan intim mereka aman dan sehat bahkan dalam Islam menjadi ibadah. Tetapi jika mereka bergantian pasangan, sesama pasangan yang sudah menikah tentu akan jadi masalah, dalam Islam ini namanya zina. Belum lagi jika ternyata “sex aman” ini dilakukan oleh pasangan yang belum menikah, tentu ini juga menjadi problem bagi kita semua, dan ini zina juga namanya dalam Islam.
Untuk yang keempat, Pembagian kondom harus tepat sasaran, jangan sampai kita malah memfasilitasi para pelaku sex bebas. Maka dari itu siapapun yang membagi dan yang menjualnya harus bijak, kepada siapa kondom itu dibagikan dan diperjual belikan.
Untuk yang kelima, pendidikan sexiologi juga penting, tetapi harus disesuaikan dengan umur (anak-anak, ABG, muda-mudi, dewasa, Tua) atau status (menikah dan belum menikah) mereka. Dan ini, kami rasa penting untuk membagi-bagi menjadi demikian itu. Karena tentunya pendidikan sexiologi ini harus berbeda kurikulum atau materi di setiap jenjangnya.
Namun sebenarnya point utama yang ingin kami sampaikan selain kelima hal tersebut adalah perlunya bagi kita semua untuk menahan nafsu, karena sebenarnya sumber perilaku free-sex itu berasal dari nafsu kita yang tidak bisa kita tahan. Maka kita harus bisa mengontrol diri dari nafsu-nafsu yang mengajak kepada perbuatan yang buruk.
Dengan apa cara kita kita melatih nafsu itu supaya lebih terkontrol. Yaitu dengan shalat (Q.S.al-Ankabut: 45), berdzikir(Q.S. ar-Ra’d: 28), membaca al-Qur’an dan mengamalkan semampu kita, berpuasa dan dengan menikah itu sendiri.
Kita sebagai seorang muslim selain melakukan usaha manusiawi atau insaniyah sangat perlu melakukan pendekatan Rabbaniyah. Usaha yang ada lima hal tadi mungkin bisa kita sebut dengan usaha manusiawi, sedangkan shalat, berdzikir dst. Adalah usaha pendekatan rabbaniyah.
Dan inllah salah satu usaha kita dalam mengintegrasikan antara Iman, Ilmu dan Amal perbuatan kita. mengaitkan antara Aqidah, Akhlaq dan Syari’ah dalam diri kita. mengsinergikan Islam, Iman serta Ihsan ke dalam sanubari kita. Itulah gambaran Islam yang kaffah serta tidak setengah-setengah.
Rasulullah SAW  bersabda, “Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, maka menikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu baginya (menjadi) pengekang syahwat”. H.R. bukhori. No.5066
Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala selau melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan menjadikan kita sebaik-baiknya khairu ummah. Amin. Wallahu ‘alam bi shawab.
Penulis: Mohammad Harir Saifu Yasyak, S.Fil.I (Peneliti Centre For Knowledge And Islamic Civilization Studies -CKICS-)