Pemimpin Sejati

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
سورة النساء: 58
Sebentar lagi kita semua masyarakat Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Umum dan pemilihan Presiden. Biasanya menjelang pemilihan seperti ini, kita semua akan dibingungkan, kepada siapa, suara kita berikan. Banyak yang gembar-gembor, jika saya terpilih, saya akan ini itu dan seterusnya. Sebenarnya, pemimpin seperti apa yang pantas mengemban tugas mulia ini?


Jawaban dari itu semua tentunya adalah pemimpin yang amanah serta menepati janji.

Mengapa hal itu sangat diutamakan. Kita sebagai seorang muslim adalah keharusan menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup atau worldview. Jika kita mengacu pada keduanya, penjelasan mengenai perlunya memilih pemimpin yang amanah dan menepati janji adalah mutlak. Seseorang yang telah diberi amanahpun dilarang untuk mengingkarinya, amanah juga sebagai sifat dari pada orang beriman, jadi jika ia mengingkari amanah dan janjinya, terindikasi sebagai orang yang kurang beriman.

Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ. (سورة الأنفال: 27 )

“Hai orang-orang  yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.”

 Amanah dan rasa malu sebenarnya memiliki kaitan. Awal kehancuran seseorang adalah diangkatnya rasa malu dari dalam dirinya, jika rasa malu sudah hilang maka ia akan berbuat sesukanya atau semaunya. Ketika seseorang telah melakukan yang demikian itu, pastinya akan menimbulkan kebencian baik dari dirinya maupun kebencian yang muncul dari orang lain. Ketika kebencian muncul, maka rasa tidak percaya kepada seseorang mulai hilang, dan setelah rasa kepercayaan hilang, maka tiada amanah lagi baginya. 

Bahkan lebih jauh lagi dijelaskan dalam hadits dibawah ini, Rasulullah bersabda:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُصَفَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ سِنَانٍ عَنْ أَبِي الزَّاهِرِيَّةِ عَنْ أَبِي شَجَرَةَ كَثِيرِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ. أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ عَبْدًا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ فَإِذَا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا مَقِيتًا مُمَقَّتًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا مَقِيتًا مُمَقَّتًا نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَةُ فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا خَائِنًا مُخَوَّنًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا خَائِنًا مُخَوَّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا رَجِيمًا مُلَعَّنًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا رَجِيمًا مُلَعَّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ رِبْقَةُ الْإِسْلَامِ.

Terjemahannya kurang lebih demikian: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mushaffa telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Harb dari Sa'id bin Sinan dari Abu Az Zahiriyah dari Abu Syajarah Katsir bin Murrah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila Allah 'azza wajalla hendak membinasakan seorang hamba maka Dia akan memcabut rasa malu darinya, apabila rasa malu sudah dicabut darinya maka kamu akan mendapatinya dalam keadaan sangat dibenci. Jika kamu tidak mendapatinya melainkan dalam keadaan sangat dibenci, maka akan dicabut amanah darinya, apabila amanah telah dicabut darinya, maka kamu tidak mendapatinya kecuali dalam keadaan menipu dan tertipu. Apabila kamu tidak menjumpainya melainkan dalam keadaan menipu dan tertipu, maka akan dicabut darinya sifat kasih sayang, dan apabila dicabut darinya kasih sayang, kamu tidak akan menjumpainya kecuali dalam keadaan terlaknat lagi terusir, dan apabila kamu tidak menjumpainya melainkan dalam keadaan terlaknat lagi terusir, maka akan dicabut darinya ikatan Islam." (H.R. Ibnu Majah: no; 4044.[1] no; 4054.[2])

Naudzubillah, semoga para calon pemimpin kita, tidak masuk dalam kategori yang telah digambarkan oleh nabi kita Muhammad Sallallahu ‘alai wa sallam. Amin

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”

Semoga kita termasuk hamba-Nya yang bisa mengemban amanah serta janji dengan sebaik mungkin, sehingga menjadi pemimpin khairu ummah. Amin. Wallahu ‘alam bi shawab

Penulis: Mohammad Harir Saifu Yasyak, S.Fil.I (Peneliti Centre For Knowledge And Islamic Civilization Studies -CKICS-)


[1]http://125.164.221.44/hadisonline/hadis9/cari_detail.php?lang=Indonesia&katcari=hadist&kunci=amanah&imam=ibnumajah&nohdt=4044&page=1
[2] Ibnu Majah. Sunan Ibnu Majah. Dar ihya’ kutub al-Arabiyah.